Apakah Anda mengenal Plato? Victor Hugo? Albert Einstein? Raditya Dika?
Anda dan saya tentu tidak pernah mengenal langsung tokoh-tokoh tersebut. Tapi kita mengetahui mereka lewat karya-karyanya. Lewat tulisannya.
Mereka boleh jadi telah meninggal puluhan, ratusan, atau ribuan tahun yang lalu. Namun tulisannya tetap dikenang dan memberi nuansa pemikiran bagi generasi setelahnya. Apa yang mereka tinggalkan menjadi inspirasi buat generasi selanjutnya.
Bayangkan jika mereka tidak pernah menuliskan itu semua. Dijamin kita tidak akan mengenal mereka dan pemikiran yang telah mereka sumbangkan.
Anda mungkin berkata, ya para tokoh tersebut bisa menulis karena mereka orang yang berbakat. Sedangkan saya? Menulis satu paragraf pun kesulitan.
Sikap itulah yang banyak dipegang orang. Akibatnya mereka tidak pernah menuliskan pemikiran atau perenungannya walau cuma satu paragraf sekalipun.
Menulis sebenarnya pekerjan yang sangat menyenangkan, apalagi jika dilakukan dengan sepenuh hati. Oleh sebab itu ada juga orang yang mengajurkan agar “menulis dengan hati”, sehingga tulisan yang dihasilkan juga mengalir seperti air yang turun dari tebing ke bawah bukit, lancar tanpa hambatan. Tulisan yang baik biasanya juga dihasilkan dari penulis yang menulis dengan ikhlas, tanpa beban dan mempunyai pengetahuan yang baik pula.
“ Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tdak menulis, ia akan hilang dalam masyarakat dan sejarah. Menulis adalah bekerja untuk keabadian.” ( Pramoedya Ananta Toer )
Setiap orang punya cerita. Setiap orang punya pengalaman hidup. Setiap orang punya keahlian.
Setiap cerita, pengalaman dan keahlian dapat ditularkan kepada orang lain lewat menulis. Sebuah tulisan, akan mampu meneruskan cerita, pengalaman dan keahlian seseorang melebihi usianya sendiri.
Barangkali itulah yang dimaksud oleh Pramoedya Ananta Toer bahwa menulis adalah bekerja untuk keabadian. Dengan tulisan, Anda meneruskan sepenggal kisah hidup Anda kepada generasi selanjutnya.
Ketika menulis, biasanya orang-orang pada umumnya bingung harus menulis apa dan untuk apa tulisan yang akan dibuatnya. Memang, jika orang menulis tanpa tujuan, tentu saja hasilnya akan sulit dan dijamin hambar dan tidak bernilai. Menulis harus mempunyai tujuan yang jelas, ibarat kita bicara, maka jangan bicara asal bicara melainkan bicara yang ada manfaatnya.
Salah satu cara agar kegiatan menulis bisa berjalan dengan baik dan lancar, maka kita harus mempunyai komitmen yang kuat terhadap rencana menulis tersebut. Komitmen yang kuat bisa tercipta jika kita mempunyai motivasi dalam menulis. Artinya, kita harus mempunyai alasan mengapa kita harus menulis. Jika alasan itu begitu kuat dan bisa mendorong semangat kita menulis, maka aktivitas menulis menjadi mudah dan lancar. Setiap orang tentu mempunyai alasan yang berbeda-beda dalam menulis. Alasan ini yang menentukan apakah seseorang itu nantinya akan menjadi penulis biasa-biasa atau menjadi penulis besar.
Lalu, kenapa kita harus menulis?
Kita bisa menjadi pintar karena banyak belajar yaitu dengan membaca berbagai tulisan, baik berupa artikel yang ada di surat kabar maupun buku. Bisa kita bayangkan kalau tidak ada satu pun tulisan yang ada di bumi ini, dan semuanya hanya mengandalkan ingatan saja. Maka ketika orang yang berilmu itu meninggal, maka ilmu yang ada diotaknya juga akan terbawa ke liang kubur.
Setiap orang tentu mempunyai alasan yang berbeda-beda dalam menulis. Alasan ini yang menentukan apakah seseorang itu nantinya akan menjadi penulis biasa-biasa atau menjadi penulis besar.
Ada banyak orang yang menulis karena ingin menuangkan Ide/pemikiran yang dimiliki oleh seseorang jika tidak ditulis dan di share ke orang lain, maka ide/pemikiran tersebut akan sirna dengan sia-sia, padahal mungkin saja ide/pemikiran tersebut bisa membantu menyelesaikan masalah orang lain, sehingga bermanfaat. Menuliskan ide/pemikiran juga bisa membantu orang lain bertambah wawasannya. Tulisan yang dipulikasikan akan dibaca oleh orang banyak sehingga manfaatnya semakin luas. Banyak media yang bisa menampung tulisan kita, misalnya di blog, website, media sosial (surat kabar, majalah, tabloid dan sebagainya. Jika memungkinkan ide/pemikiran bisa dibuat lebih mendalam dalam bentuk buku. Selain itu alas an utamanya adalah bahwa Menulis berarti merekam sejarah. Apa saja yang kita tulis bisa menjadi pelajaran berharga bagi generasi yang akan datang. Oleh sebab itu tulisan yang kita buat sekarang bisa abadi sepanjang naskah tersebut diabadikan dalam bentuk media seperti buku atau bisa juga secara elektronik dengan menyimpannya di internet. Melalui tulisan, ketika kita sudah tiada, maka kita bisa meninggalkan sesuatu yang bermanfaat bagi generasi mendatang.
Peristiwa dalam rutini¬tas kehidupan manusia dapat dire¬kam oleh sejarah. Dalam proses pemindahan fakta ke dalam teks-teks berbentuk sejarah kemudian dikenal ahli sejarah. Meski ka¬dang-kala proses pemindahan fak¬ta ke dalam bentuk teks seringkali dimanipulasi (kekuasaan). Seja¬rah tetaplah bagian penting dalam membentuk peradaban manusia.
Sebuah tulisan lebih tajam daripada sebuah peluru, mengapa? Peluru bila melesat akan berakhir pada satu orang, tapi tulisan tak mungkin hanya berakhir pada seseorang. Tulisan akan dibaca kemudian disampaikan dari satu orang ke orang lain, demikian seterusnya. Begitu hebat bukan? Selain itu tulisan akan berusia lebih lama dari pada penulisnya, bahkan dapat menembus beberapa zaman.
Karya apapun terutama sebuah tulisan tidak akan ada begitu saja. Harus ada sebuah usaha untuk melahirkan sebuah tulisan yaitu dengan “menulis”. Banyak peristiwa yang sayang bila hanya terekam dalam memori otak saja, karena tak ada orang yang mampu membaca apa yang kita pikirkan. Oleh karenanya menulis menjadi sebuah kewajiban bagi kita, untuk menyampaikan berbagai peristiwa yang akan menjadi sejarah dimasa depan.
Karena itu menulislah untuk keabadian.
BULUKUMBA, AGUSTUS 2016
Artikel keren lainnya:
Belum ada tanggapan untuk "MENULIS MEREKAM SEJARAH (Menulis untuk keabadian)"
Posting Komentar