Home · Cerpen · Puisi · Essai

CINTA Di balik SENANDUNG KOPI KAHAYYA 2





CINTA Di Balik SENANDUNG KOPI KAHAYYA 2
Kahayya,08-09 Oktober 2016

Siang dan Rintik yang gelegar menemani perjalanan kami menuju daratan tertinggi kabupaten Bulukumba Desa KAHAYYA Kec Kindang akan menikmati senandung kopi dan puisi di sana.
Perjalanan di tengah hujan tak menyurutkan niat untuk membatalkan perjalanan justru semakin membuatnya “menggebu satu rasa satu perjalanan dalam kebersamaan” begitu kata kepala rombngan kami dalam perjalanan.
Perjalanan kurang lebih se jam kami lewati dengan menggunakan sepeda motor akhirnya kami tiba di kec kindang, singgah sejenak di desa Sapayya membereskan segala perlengkapan camp kami di sebuah rumah salah satu sahabat perjalanan kami sekaligus sejenak berteduh dari hujan yang semakin gila menjumpai kami di tengah perjalanan.

Sebelum memasuki desa kahayya perjalanan aman-aman saja bahkan kami anggap mulus karena jalan lumayan bagus tapi tetiba memasuki desa kahayya perjalanan kami mulai tak mulus, jalan berlobang, terjal  dan licin membuat kami harus berteriak ketakutan melewati tebing yang licin yang membuat motor kami bergantian jatuh dan didorong untuk melewati jalan yang luar biasa menakutkan. Di jalan sebelum memasuki jalan tebing’SETAN” (Saya menyebutnya begitu)” tetiba dari dalam mobil di hadapan kami turun bapak Drs Muhannis (Guru, Budayawan, Penulis senior Bulukumba) hadirnya bapak Drs Muhannis menambah semangat saya berjalan dalam jalan dan tebing yang licin. Karena tempat parkir mobil bapak Drs Muhannis dari tanjung Kahayya akhirnya kumintalah temanku untuk membonceng bapak bersama kawannya menuju tempat acara. Karena licin motor yang teman dan bapak muhannis tumpangi tetiba terpeleset membuat kami tercengang dan ketakutan mengenai keadaan bapak Muhannis. Tapi Alhamdulillah semua baik-baik saja. Karena kecapean dan harus istrahat setelah melewati tebing menangis, tikungan tajam jalan licin dengan jalan kaki sebelum melanjutkan perjalanan menuju tanjung kahyya meninkmati senandung kopi dan puisi kami singgah di salah satu rumah warga ( Keluarga ibu Nursiah) untuk sejenak meluruskan badan sebelum melanjutkan perjalanan.

Sepertinya perjalanan menuju tanjung sudah tak jauh karena beberapa warga terlihat menggantung id card panitia kegiatan yang menandakan tempat acara sudah dekat. Setelah istrahat sejenak kami menlanjutkan perjalanan dengan jalan kaki kembali. Sekitar kurang lebih 1 km perjalanan kami dari rumah warga tibalah kami pada tempat yang sepanjang perjalanan dikelilingi dengan pemandangan yang luar biasa, pegunungan yang indah, jurang yang terjal, panggung eksotik yang dihiasi dengan bahan natural alam, suara music yang mellow, desiran air dari sungai di bawah pegunungan, kabut yang dingin, dan tentunya aroma kopi yang nikmat akhirnya kami tiba di sini Tanjung Kahayya.

Tiba di tanjung kahayya seperti perjalananku yang meletihkan dan menegangkan ini terbayar dengan pemandangan yang luar biasa indah.
Setelah sejenak menikmati pemandangan tanjung kahayya yang indah, saya berserta kawan menyiapkan segala perlengkapan camp. Karena beberapa kawan menyusul dan sebagian dari mereka yang membawa peralatan camp. akhirnya kami memakai peralatan camp yang ada saja sembari menunggu kawan-kawan yang masih dalam perjalanan menuju Tanjung Kahayya.

Senja berlalu, kabut kahayya semakin tebal perlahan pegunungan sekitar tertutupi dengan kabut badan pun mulai gigil dengan dingin yang menghampiri. Perlengkapan camp telah selesai kami dirikan, aku menikmati kahayya sembari mendengarkan music di atas handmock yang telah selesai dipasang nikmat betul rasanya, tetiba gerimis yang tak diundang mengunjungi kami’, menyapa dengan hangat tanpa permisi. 
Kami menikmati betul petualangan kali ini di kahayya, di tengah gerimis alunan music mellow dan klasik terdengr dengan nikmat. Di tengah gerimis para petualang seperti kami tetap bertahan di tanjung kahayya menikmati music yang disajikan oleh Indonesia Movement Project, Ruang Baca, Rumah Baca , Kata Kerja, Al Fian Dipahattang,  Ibe S Palongai dan Arif Rahman sang Passinriq. penduduk kahayya dan para masyarakat yang tinggal di daerah kindang dan sekitarnya juga berbondong-bondong hadir dari anak-anak, remaja hingga dewasa. Kami berdiri menikmati puisi, music dan tari dengan nikmat sembari menikmati kopi kahayya dengan gula merah yang nikmat.

Music dan puisi penuh cinta terus berlaun di atas panggung, kopi kahayya kami nikmati sembari tak ingin melewatkan waktu yang nikmat bersama bapak Drs Muhannis untuk berdiskuisi seputar sejarah dan budaya dengan nikmat.
Masyarakat kahayya kec kindang yang tak biasa menikmati pementasan panggung seperti mala mini ikut terlenah dan menikmti, meskipun terkadang beberapa kelompok manusia sesekali berteriak, meneriaki pementas di atas panggung.

Malam semakin larut, music masih mengalun dan kini bukan lagi gerimis tapi hujan menjumpai kami. Rencana untuk bertendah sepertinya harus dibatalkan, hujan turun dengan derasnya, kawan-kawanku akhirnya memutuskan untuk kembali dan menginap di salah satu rumah warga (rumah ibu Nursiah). Tiba di rumah warga kami disambut dengan hangat segala perlengkapan tidur disiapkan oleh tuan rumah dengan hangat. Kami tak langsung tidur tetapi melanjutkan diskusi mendiskusikan perjalanan kami esok yang sepertinya akan semakin menegangkan akibat hujan yang deras.
Setelahnya, kami tidur dengan lelap.

Pagi-pagi sekali kami bangun, seorang kawan sedang sibuk membuat kopi dan the untuk diseduhkan kepada teman-teman. Saya bangun dan sudah tak menemui Drs Muhannis , kutanyakan pada temanku ternyata sangat subuh ia sudah bergegas untuk kembali ke rumahnya karena beberapa kegiatan yang harus ia kerjakan.

Setelah menikmati kopi dan sarapan kami bergegas meneju tanjung untuk mengadikan moment sebelum kembali meninggalkan kahayya. Setelah dari tanjung kami bergegas menuju SD Satap Kahayya untuk sejenak menyaksikan senyuman anak bangsa sedang menikmati minggu ceria bersama Ibu Siti Isniyah (Ibu Wakil Bupati Bulukumba) bersama rombongan. Nikmat sekali kelihatan senyuman mereka. Ada yang malu, ada yang sangat percaya diri, ada yang takut, ada yang berani menerima tantangan yang diberikan oleh ibu Siti Isniyah bersama rombongan. Belum selesai acara Minggu Ceria saya bersama kawan-kawan harus segera bergegas karena sepertinya hujan akan tiba.

Kami akhirnya kembali membawa kisah dan senyuman karena rindu akhirnya TUNTAS. 

#KAHAYYA #SENANDUNGKOPIKAHAYYA2 #SEKOLAHSASTRABULUKUMBA
#RUMAHBACAPINISINUSANTARA1986BULUKUMBA #KPAAPPASULAPA

Artikel keren lainnya:

Belum ada tanggapan untuk "CINTA Di balik SENANDUNG KOPI KAHAYYA 2"

Posting Komentar

Back to top